Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TOBELO
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
7/Pid.Pra/2020/PN TOB NOFITA YANHAR Kapolri C.q Kapolda Malut C.q Kapolres Halut C.q Kapolsek Loloda Utara Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 16 Sep. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 7/Pid.Pra/2020/PN TOB
Tanggal Surat Rabu, 16 Sep. 2020
Nomor Surat 12/IR-ADV/SKH/IX/2020
Pemohon
NoNama
1NOFITA YANHAR
Termohon
NoNama
1Kapolri C.q Kapolda Malut C.q Kapolres Halut C.q Kapolsek Loloda Utara
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan


ISHAK RAJA, S.HI & REKAN
ADVOKAT
                   Alamat : Jln. Kayu Manis Link. Tabahawa Kelurahan Moya Telp/HP. 081340641217 Kode Pos 97723
Email : Ishak.raja66@gmail.com
    
Perihal           : Praperadilan
Kepada Yang Terhormat
Ketua Pengadilan Negeri Tobelo
Di –
T o b e l o.

Dengan Hormat.
Yang bertanda tangan dibawa ini:
1.ISHAK RAJA, S.HI.
2. MARIO ISKANDAR SYAM,S.H
 Advokat beralamat di Jalan Kayu Manis Lingk. Tabahawa Kelurahan Moya Kecamatan Kota Ternate Tengah Kota Ternate, sesuai Surat Kuasa khusus Nomor : 12/IR-ADV/SKH/IX/2020 tanggal 15 September 2020 karenanya bertindak baik secara bersama – sama maupun secara sendiri – sendiri untuk dan atas :  
Nama                                    : Nofita Yanhar;
Umur                                     : 36 tahun;
Tempat/Tanggal Lahir         : Dagasuli, 02 Agustus 1984;
Jenis Kelamin                       : Perempuan;
Agama                                  : Islam;
Kewarganegaraan                 :  Indonesia;
Pekerjaan                              :  Mengurus Rumah Tangga;
Alamat/Tempat tinggal       :  Desa Dagasuli Kecamatan Loloda Kepulauan, Kabupaten Halmahera  Utara sebagai Pemohon dan oleh karena itu yang seterusnya disebut  “ Pemohon”.
Dengan ini menyampaikan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan atas Penetapan sebagai Tersangka dan Penahanan Terhadap sauami Pemohon, oleh Kepala Kepolisian  RI Cq Kapolda Maluku Utara Cq Kapolres Halmahera Utara Cq Kapolsek Loloda Utara sebagai Termohon dan oleh karena itu  seterusnya disebut “ Termohon “ .

Adapun menjadi dasar hukum Permohonan Pemeriksaan Praperadilan ini antara lain sebagai berikut;

I.    Dasar Hukum Praperadilan.
1.    Bahwa Praperadilan dalam perkara ini dengan merujuk pada ketentuan Pasal 77 jo Pasal 82 ayat (1), (3) jo 95 ayat (2) jo 97 ayat (3) KUHAP;
2.    Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 21/PUU-XII/2014;
3.    Surat Panggilan Nomor : S Pgl/17/IX/2020/Reskrim tanggal 1 September 2020 sebagai Tersangka ;
4.    Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han/04/IX/2020/Reskrim tanggal 09 September 2020;

II.    Kedudukan Hukum (Legal Standing ) Pemohon

5.    Bahwa ketentuan Pasal 79 KUHAP menytakan :
“ Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluaraga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasan – alasan”;
6.    Bahwa ketentuan Pasal 79 KUHAP tidak menjelaskan secara detail tentang susunan keluarga yang berhak mengajukan ke pengadilan negeri namun dalam praktik peradilan dapat dibenarkan, suami atau istri, dan atau keluarga lain yang berkepentingan;
7.    Bahwa dari uraian diatas Pemohon adalah istri dari Amir Amra (Tersangka) memilki kedudukan hukum (legal standing ) sebagai Pemohon ;

III.    Kronologis Peristiwa Hukum A quo

1.    Bahwa  kejadian bermula dari suami Pemohon mengambil pisang milik orang tua suami Pemohon didekat Pekuburan Desa Dagasuli Kecamtan Loloda Kepulauan Kabupaten Halmahera Utara pada hari Senin tanggal 10 Agustus 2020 jam 7,30 WIT, tiba – tiba datang saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut dengan suara keras mengatakan “pisang itu  torang punya”, suami Pemohon mengatakan secara baik – baik kepada saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) dan saudari Nursida Imut dengan mengatakan pisang ini milik orang tua saya dan suami Pemohon langsung meninggalkan Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut dengan membawa setandan pisang;
2.    Bahwa saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut tidak berhenti dilokasi kebun pisang namun saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut tetap mengikuti dari belakang suami Pemohon dengan mengeluarkan kata – kata hinaan, cemohan didepan orang banyak hingga di depan pintu rumah Pemohon dengan tetap mengeluarkan kata – kata hinaan, cemohan namun klien tidak menghiraukan dan langsung masuk ke dalam rumah dan beridiam didalam rumah beberapa menit dengan tujuan agar saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut dapat pergi dari depan rumah  klien  kami  Amir Amra alias Amir namun nampaknya saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut sudah memendam niat buruknya dengan tetap mengeluarkan kata – kata hinaan, comohan sehingga saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut tidak beranjak dari depan rumah klien  kami  Amir Amra alias Amir dan mengeluarkan kata – kata  hinaan, cemohan kepada klien  kami  Amir Amra alias Amir sihingga masyarakat datang berkerumun didepan pintu rumah klien  kami  Amir Amra alias Amir tanpa menghiraukan protocol kesehatan yang dianjurkan Pemerintah akibat ulah saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut;
3.    Bahwa  setelah 10 menit berada didalam rumah, suami Pemohon keluar dari dalam rumah dan mengahampiri saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut dan suami Pemohon mengatakan kepada Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut saya tidak  pernah berhati jahat kepada siapa saja termasuk kepada keluarga saya dan saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) menghampiri suami Pemohon dan mulai melakukan dorong – dorongan fisik dengan suami Pemohon, tiba – tiba datang saudara Irham Arif (saksi Pelapor) langsung mengarahakan pukulan sekuat tenaga dengan kepalan tangan ke rahang sebelah kiri sebanyak satu kali dan hingga mengeluarkan darah dari dalam mulut suami Pemohon dan luka memar bagian dalam pipi suami Pemohon (ficum atrepertum) Rumah Sakit Umum Chasan Bosoire Ternate;
4.    Bahwa  peristiwa hukum sebagaimana yang diuraikan tersebut diatas kondisi jiwa Pemohon merasa terancam dan perlu melakukan tindakan pembelaan diri dan kehormatannya dengan melakukan perbutan secara terpaksa untuk mempertahankan (membela) diri. Pertahanan atau pembelaan amat perlu  karena tidak ada jalan lain dalam kepungan dan serangan saudara Ajwan Arif dan saudar Irham Arif (saksi Pelapor) dan dalam keadan terpaksa, dalam kedaan darurat dan tidak ada jalan untuk melarikan diri dan baru dapat terkendalikan ketika masyarakat datang melerainya baik saudara Ajwan Arif dan saudar Irham Arif (saksi Pelapor) maupun kepada suami Pemohon;
5.    Bahwa dari hal – hal yang telah diuraikan diatas maka tindakan Termohon megeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), Penetapan Tersangka dan kini telah ditahan  di rumah tahanan Negara Polres Halmahera Utara hal ini tentu saja sikap Termohon telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP karena suami Pemohon baru dimintai keterangan terkait peristiwa hukum tersebut ketika status suami Pemohon menjadi Tersangka dan kemudian ditahan, sehingga SPDP, maupun ditetapkan sebagai Tersengka dan kemudian ditahan oleh Penyidik Polsek Loloda Utara (Termohon) dianggap tindakkan inprosudural dan sewenang – wenang karena bertolak belakang dengan peristiwa hukum yang sesunggunya halmana yang menjadi korban bukan saksi Pelapor malainkan suami Pemohon dikeroyok oleh saudara Ajwan Arif dan saudar Irham Arif (saksi Pelapor), sehingga perbuatan hukum yang dilakukan oleh saudara Ajwan Arif dan saudar Irham Arif diancam pidana sebagaimana yang dimaksudkan didalam ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHPidana;
6.    Bahwa peristiwa hukum sebagaimana yang telah diuraikan dimuka suami Pemohon sangat kooperatif dan telah berkordinasi dengan DANPOS Kecamatan Loloda Kepulauan untuk diselesaikan secara baik – baik dan akan tetapi panggilan DANPOS tidak dipatuhi oleh Ajwan Arif dan Irham Arif (saksi Pelapor) karena dibalik itu oleh Ajwan Arif dan Irham Arif (saksi Pelapor) dibantu dan difasilitasi oleh aparat Pemerintah Desa Dagasuli yang notabenenya adalah pendukung dalam pemilihan Kepala Desa Dagasuli sehingga dapat dipastikan keterangan – keterangan saksi Pelapor telah direkayasah sedemikian rupah sehingga suami Pemohon dianggap melanggar ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHPidana dan bertolak belakang dengan peristiwa yang sesungguhnya;
7.    Bahwa dari uraian diatas Termohon telah memaksakan kehendak sendiri dengan menetapkan suami Pemohon sebagai Tersangka dan kini ditahan adalah tindakana sewenang – wenang serta mengabaikan nilai – nilai kebenaran hukum yang timbul dan diduga adanya perbuatan tindak Pidana yang dilakukan oleh Ajwan Arif dan Irham Arif (saksi Pelapor) kepada suami Pemohon dan oleh karena itu suami Pemohon tidak terlindungi secara hukum justru pelaku yang sesungguhnya Ajwan Arif dan Irham Arif (saksi Pelapor) terlindungi oleh kewenangan Termohon sehingga secara mudah suami Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka dan tidak memberikan suatu kepastian hukum kepada suami Pemohon walaupun yang menjadi korban pengeroyokan;

IV.    Termohon Keliru Menerapkan Hukum

8.    Bahwa  kejadian bermula dari suami Pemohon mengambil pisang milik orang tua Pemohon didekat Pekuburan Desa Dagasuli Kecamtan Loloda Kepulauan Kabupaten Halmahera Utara pada hari Senin tanggal 10 Agustus 2020 jam 7,30 WIT, tiba – tiba datang saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut dengan suara keras mengatakan “pisang itu  torang punya”, suami Pemohon mengatakan secara baik – baik kepada saudara saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) dan saudari Nursida Imut dengan mengatakan pisang ini milik orang tua saya dan suami Pemohon langsung meninggalkan Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut dengan membawa setandan pisang;
9.    Bahwa saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut tidak berhenti dilokasi kebun pisang namun saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut tetap mengikuti dari belakang klien  Pemohon dengan mengeluarkan kata – kata hinaan, cemohan didepan orang banyak hingga di depan pintu rumah Pemohon dengan tetap mengeluarkan kata – kata hinaan, cemohan namun klien tidak menghiraukan dan langsung masuk ke dalam rumah dan beridiam didalam rumah beberapa menit dengan tujuan agar saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut dapat pergi dari depan rumah Pemohon namun nampaknya saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut sudah memendam niat buruknya dengan tetap mengeluarkan kata – kata hinaan, comohan sehingga saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut tidak bernjak dari depan rumah Pemohon dan mengeluarkan kata – kata  hinaan, comohan kepada suami Pemohon sehingga masyarakat datang berkerumun didepan pintu rumah Pemohon tanpa menghiraukan protocol kesehatan pandemic covid 19 yang dianjur Pemerintah akibat ulah saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut;
10.    Bahwa  setelah 10 menit berada didalam rumah, Pemohon keluara dari dalam rumah dan mengahampiri saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut dan Pemohon mengatakan kepada Ajwan Arif (saksi Pelapor) bersama ibunya saudari Nursida Imut saya tidak  pernah berhati jahat kepada siapa saja termasuk kepada keluarga saya dan saudara Ajwan Arif (saksi Pelapor) mulai melakukan dorong – dorongan fisik dengan sauami Pemohon, tiba – tiba datang saudara Irham Arif (saksi Pelapor) langsung mengarahakan pukulan sekuat tenaga dengan kepalan tangan ke rahang sebelah kiri sebanyak satu dan hingga mengeluarkan darah dari dalam mulut suami Pemohon dan luka memar bagian dalam pipi  suami pemohon (ficum atrepertum) Rumah Sakit Umum Chasan Bosoire Ternate;
11.    Bahwa peristiwa hukum sebagaimana yang telah dikemukakan diatas maka dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP menyatakan : “ Penyidik adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”
12.    Bahwa pada hakikatnya inti dari kegiatan penyidikan, adalah untuk melakukan kegiatan pengumpulan alat bukti untuk perbuatan yang diperiksa sebagai perbuatan pidana, kemudian menentukan siapa pelaku perbuatan pidana. Sebab pembuktian dalam hukum pidana sudah dimulai sejak tahap penyidikan karena penyidik harus mengumpulkan bukti – bukti tesebut untuk diuji pada tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam penyidikan ini kelak akan diketahui, perbuatan pidana yang diduga dilakukan bersama – sama dengan pelaku lain atau dilakukan oleh seorang saja. Selain itu penyidik ini juga untuk menentukan terpenuhi atau tidaknya unsur tindak pidana yang akan dipersangkakan kepada tersangka. Dengan demikian maka bukti – bukti tentang tindak pidananya adalah dengan bukti – bukti bahwa yang bersangkutanlah yang melakukan perbuatan tersebut. Sebab seseorang ditetapkan sebagai tersangka atas suatu perbutan atau tindak pidana harus jelas tindak pidananya, harus dengan jelas ada bukti – buktinya perbuatan pidana itu terjadi dan kemudian bukti – bukti itu juga berhubungan dengan seseorang yang malakukan perbuatan itu, yang akan menjadi tersangka;
13.    Bahwa serangkaian peristiwa hukum yang telah dikemukakan diatas yakni adanya pengeroyokan yang dilakukan oleh Ajwan Arif dan Irham Arif (saksi Pelapor), tentu saja dapat kita pahami telah terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh Ajwan Arif dan Irham Arif  sehingga perbuatannya tidak dapat terhindar dari ancaman ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHPidana akan tetapi nampaknya Termohon secara nyata berpaling dari fakta hukum sebagaimana yang telah dikemukakan diatas dan menerima laporan/pengaduan secara parsial dari Ajwan Arif dan Irham Arif  yang dibackup oleh aparat pemerintahan Desa Dagasuli sehingga dapat dipastikan perkara ini telah didesain sedemikian rupa tentang keterangan – keterangan saksi pelapor dan seolah – olah perbuatan pidana murni dari suami Pemohon;
14.    Bahwa ketidak obyektifitasan Termohon dalam mengungkapkan kebenaran materil dikarenakan Termohon hanya menggunaka logika tanpa berusaha mencari dan menemukan alat bukti untuk mengungkapkan kebenaran hukum yang sesungguhnya dan dapat terbaca dari sikap Termohon cenderung melindungi saksi pelapor Ajwan Arif dan Irham Arif  dari ancaman pidana sebagaimana yang dimaksudkan didalam ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHPidana karena fakta lain yang dapat terbaca, setelah terjadi pengeroyokan, suami Pemohon harus berangkat ke Ternate karena kepentingan keluarga suami Pemohon dan setibanya suami Pemohon di Ternate Termohon memerintahkan anggota Polsek Kota Ternate Utara untuk menangkap suami Pemohon tanpa melalui posedur yang ditetapkan undang – undang. Atas penaangkapan suami Pemohon Penasihat Hukum suami Pemohon mendatangi Polsek Kota Ternate Utara mepertanyakan alasan penangkapan suami Pemohon dan pada saat itu resmob Polsek Kota Ternate Utara menjelaskan hal ini dilakukan semata – mata menjalankan perintah Termohon mengamankan suami Pemohon dan akan diantarkan ke Sofifi dan dijemput oleh Termohon di Sofifi;
15.    Bahwa sikap Termohon tidak lagi melihat kebenaran hukum dikarenakan yang melaporkan peristiwa hukum bukanlah saksi pelapor Ajwan Arif dan Irham Arif melainkan aparat pemerintah Desa Dagasuli, oleh karena itu sikap Termohon telah keluar dari konteks penerapan hukum yang sesungguhnya dan cenderung menggunakan kekuasaan sewenang – wenang dan mengabaikan nilai – nilai kebenaran dan keadilan yang dianut KUHAP. Undang - undang Acara Pidana menegaskan, setiap Penegak Hukum dituntut untuk mengasah jiwa, persaan dan penampilan yang dibekali dengan kehalusan budi nurani yang tanggap dilandasi rasa keadilan dan atau sense of justice karena setiap pribadi, pejabat atau aparat Penegak Hukum patut menyadari akan dimensi pertanggung jawaban  atas tindakannya, baik terhadap diri sendiri maupun kepada masyarakat dan lebih dari itu semuanya itu adalah kepada MAHKAMAH SANG ADIL TUHAN SANG PENCIPTA SERTA PENGUASA ALAM SEMESTA YANG TIDAK BISA DIHINDARI DAN DIAKALI. Dari sikap jiwa serta makna KUHAP tersebut merupakan penangkal terhadap anggapan seolah – olah Hukum dan Penegak Hukum hanya menggilas Tersangka (suami Pemohon) yang bersikap pasrah kepada keadaan dan bukan pula Hukum dan Penegak Hukum itu diatur oleh mereka yang mampu merekayasa karena memiliki kekuasaan. Tegasnya, Hukum dan Penegak Hukum tidak dapat diibaratkan sebagai sarang laba – laba hanya mampu menjerat kepada yang bersikap pasrah dan lemah tetapi mudah dihancurkan oleh yang pintar merkayasa dengan berbagai cara untuk mencapai tujuannya apalagi merasa berkuasa, tanpa mengindahkan hakikat keberadaannya serta pertanggung jawaban dirinya dibalik dari kehidupan didunia ini;
16.    Bahwa jika Termohon secara sungguh – sungguh menerapkan KUHAP sebagai landasan operasional maka tentunya akan melahirkan keadilan hukum yang berpihak kepada yang benar bukan kepada siapa yang datang melaporkan peristiwa hukum yang telah direkayasah dan seolah – olah suami Pemohonlah yang menjadi pelaku utama dan atau suami Pemohon yang berniat melakukan tindak kejahatan sebagaimana yang dimaksudkan didalam ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP dan menutup rapat tindakan Ajwan Arif dan Irham Arif (saksi pelapor) atas pengeroyokan terhadap suami Pemohon dan berlindung dalam kekuasaan Termohon. Dan Termohon dengan segala kewenangan yang dimilikinya menindas suami Pemohon dan mengabaikan hak azasi suami pemohon yang memiliki hak yang sama dimata hukum untuk membela diri atas tuduhan Penganiayaan terhadap Irham Arif, sungguh ironi penegakan hukum yang dilakukan oleh Termohon jauh dari harapan para pencari keadilan;
17.    Bahwa oleh karena itu Pemohon menggunakan keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP.  secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk  menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (ic.Penyelidik/Penyidik/Termohon), sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang - wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini suami Pemohon. Menurut doktrin hukum lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam KUHAP yang pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah/penyidik/Termohon harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang (suami Pemohon);
18.    Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/Termohon sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik/Termohon di dalam melakukan penyidikan dan apakah telah sesuai dengan peristiwa hukum yang terjadi seperti halnya didalam perkara ini;
19.    Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan ini adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/Termohon atau terhadap Tersangka/suami Pemohon, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya yakni suami Pemohon yang menjadi korban Pengeroyokan dan seharusnya Termohon menerapkan ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHPidana terhdap diri Ajwan Arif dan Irham Arif a quo;

V.    Penggunaan  Wewenang  Termohon,  Menetapkan  Status  Tersangka  Terhadap  Diri  Suami Pemohon,  Dilakukan  Untuk  Tujuan  Lain  Diluar  Kewajiban  Dan  Tujuan  Diberikannya  Wewenang  Termohon  Tersebut.

20.    Bahwa penetepan suami Pemohon sebagai  Tersangka adalah bentuk ketidak adilan serta perbuatan sewenang – wenang yang dilakukan  Termohon selaku penguasa dan memiliki kekuatan untuk bertindak serta mengabaikan norma – norma dan hak azasi suam Pemohon dan lebih mengedepankan cara Termohon sendiri dan mengabaikan tata aturan menurut undang – undang;
21.    Bahwa dari cara Termohon dalam menjalankan kewenangan selaku  penegak hukum  dapat dikatakan secara tergesah – gesah menetapkan suami Pemohon sebagai Tersangka dan ditahan adalah tindakkan sewenang – wenang dan bertentangan dengan jiwa KUHAP itu sendiri;
22.    Bahwa PEMOHON ditetapkan sebagai  Tersangka oleh Penyidik Polsek Loloda Utara sebagaimana yang tertuang dalam naskah Surat – Panggilan Nomor : Spgl/ 17 / IX /2020/Reskrim tanggal 01 September 2020 yang tanda tangani oleh Kepala Kepolisian Sektor Loloda Utara (TERMOHON) Selaku Penyidik dengan dihadapkan Pasal 351 ayat (1)KUHP;
23.    Bahwa ditetapkannya suami Pemohon sebagai Tersangka, suami Pemohon belum pernah dimintai keterangan apapun oleh Penyidik Polsek Loloda Utara terkait Laporan saksi Pelapor  atas nama  sesuai Laporan Polisi No.Pol : LP / 09/VIII/2020/Res Halut/reskrim, tanggal 01 September 2020;
24.    Bahwa sebagaimana sama kita ketahui, dalam melaksanakan wewenang Termohon untuk menjalankan penyelidikan/penyidikan (in casu, termasuk di dalam wewenang penyidikan tersebut terkandung wewenang untuk menetapkan Tersangka), mutlak harus dilakukan berdasarkan asas fundamental, yaitu asas Kepastian Hukum. Asas Kepastian Hukum memiliki pengertian Asas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap menjalankan tugas dan wewenangnya;
25.    Bahwa asas Kepastian Hukum tersebut harus dijalankan dengan menjunjung tinggi prosedur yang telah digariskan oleh hukum acara, hukum acara yang diatur dalam KUHAP yakni tentang penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Termohon. Dalam setiap proses pidana sebagaimana ditentukan oleh KUHAP, didahului dengan adanya laporan atau aduan atau ada peristiwa pidana. Laporan/aduan tersebut menjadi dasar untuk dapat dilakukannya penyelidikan dan penyelidikan tersebut menjadi dasar untuk dapat dilakukannya penyidikan. Akan tetapi nampaknya Termohon tidak ada tindakkan penyelidikan dan kemudian mengeluarkan SPDP dan kemudian menetapkan suami Pemohon sebagai Tersangka dan ditahan;
26.    Bahwa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP, penyelidikan diartikan sebagai “serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukannya penyidikan”. Sedangkan penyidikan ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, yaitu “ serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Sehingga jika Termohon secara benar menerpakan ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP maka Termohon akan menemukan fakta hukum yang dilakukan oleh Ajwan Arif dan Irham Arif selaku pelaku pengeroyokan terhdap suami Pemohon dalam perkara ini;
27.    Bahwa dari pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP, maka untuk mencapai proses penentuan Tersangka dan ditahan haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan). Untuk itu, diperlukan keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaian peristiwa sehingga dapat ditentukan ada tidaknya suatu peristiwa pidana. Setelah proses tersebut dilalui, maka dilakukan rangkaian tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi. Untuk itu kembali lagi haruslah dilakukan tindakan-tindakan untuk meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan pengumpulan bukti-bukti sehingga peristiwa pidana yang diduga sebelumnya telah menjadi jelas dan terang, dan oleh karenanya dapat ditentukan siapa tersangkanya. Rangkain prosedur tersebut merupakan cara atau prosedur hukum yang wajib ditempuh untuk mencapai proses penentuan tersangka. Adanya prosedur tersebut dimaksudkan agar tindakan penyelidik/penyidik tidak sewenang-wenang mengingat seseorang mempunyai hak asasi yang harus dilindungi.
Hal ini sejalan pula doktrin hukum oleh Guru Besar Hukum Pidana Indonesia, Eddy OS Hiariej, dalam bukunya yang berjudul Teori dan Hukum Pembuktian, untuk menetapkan seseorang sebagai Tersangka, penyidik haruslah melakukannya berdasarkan “bukti permulaan”. Eddy OS Hiariej kemudian menjelaskan bahwa alat bukti yang dimasudkan di sini adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, apakah itu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa ataukah petunjuk. Eddy OS Hiariej berpendapat bahwa kata-kata ‘bukti permulaan’ dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP, tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence. Selanjutnya untuk menakar bukti permulaan, tidaklah dapat terlepas dari pasal yang akan disangkakan kepada Tersangka. Pada hakikatnya Pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya, pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen-elemen tindak pidana yang ada dalam suatu pasal. Dan dalam rangka mencegah kesewenang - wenangan penetapan seseorang sebagai tersangka ataupun penangkapan dan penahanan, maka setiap bukti permulaan haruslah dikonfrontasi antara satu dengan lainnya termasuk pula dengan calon tersangka. Mengenai hal yang terakhir ini, dalam KUHAP tidak mewajibkan penyidik untuk memperlihatkan bukti yang ada padanya kepada Tersangka, akan tetapi berdasarkan doktrin, hal ini dibutuhkan untuk mencegah apa yang disebut dengan istilah unfair prejudice atau persangkaan yang tidak wajar.
Hal tersebut sangat terkait dengan ranah hukum pembuktian, oleh karenanya perlu dijelaskan lebih lanjut perihal pembuktian yang ditulis dalam buku Eddy OS Hiariej tersebut di atas, bahwa dalam konteks hukum pidana, pembuktian merupakan inti dari persidangan perkara pidana, karena yang dicari dalam hukum pidana adalah kebenaran materiil. Kendatipun demikian pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai sejak tahap penyelidikan untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Pada tahap ini sudah terjadi pembuktian, dengan tindakan penyidik mencari barang bukti, maksudnya guna membuat terang suatu tindak pidana serta menentukan atau menemukan tersangkanya.Dengan demikian maka dapat dimengerti, bahwa pembuktian dilihat dari perspektif hukum acara pidana yakni ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran, baik oleh hakim, penuntut umum, terdakwa dan penasehat hukum, kesemuanya terikat pada ketentuan dan tata cara, serta penilaian terhadap alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. Tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan yang leluasa sendiri dalam menilai alat bukti, dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
28.    Bahwa sehubungan dengan doktri hukum sebagaimana yang telah diuraikan ditas hal ini sejalan pula dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 21/PUU-XII/2014 menyatakan :
-    Frasa “bukti permulaaan” dalam Pasal 1 angka 14 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa bukti permulaan adalah minimum dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang – Undang Nomor 8 Tahun Tahun 1981 tentnag Hukum Acara.
-    Frasa “bukti permulaan” dalam pasal 1 angka 14 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekutan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan” adalah minimum dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
-    Frasa “bukti permulaan yang cukup” dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan yang cukup” adalah minimum dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
-    Frasa “bukti permulaan yang cukup” dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan yang cukup” adalah minimum dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
-    Frasa “bukti yang cukup” dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti yang cukup” adalah minimum dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
-    Frasa “bukti yang cukup” dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti yang cukup” adalah minimum dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
-    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan.
-    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan.
 
29.    Bahwa dapat dipahami dari doktrin hukum ini maupun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 21/PUU-XII/2014 serta dihubungkan dengan peristiwa hukum pengeroyokan yang dilakukan oleh Ajwan Arif dan Irham Arif terhadap diri suami Pemohon maka sudah dapat dipastikan Termohon tidak melaksanakan ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP karena bila benar – benar Termohon melaksanakan isi ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP secara benar dan obyektif maka terlebih dahulu Termohon akan mengkonstatir keterangan saksi pelapor dengan keterangan suami Pemohon sebagai korban pengeroyokan akan tetapi hal ini tidak berbnading lurus antara das sollen dan das sein tindakan Termohon kemudian mengambil konklusi hukum secara parsial dan menetapkan suami Pemohon sebagai Tersangka dan ditahan hal ini dapat dikatakan Termohon telah melakukan tindakan yang leluasa sendiri dalam menilai alat bukti, dan bertentangan dengan undang-undang;
30.    Bahwa dalam kenyataannya, penetapan status Tersangka dan ditahan terhadap diri suami Pemohon oleh Termohon sama sekali tidak pernah didahului dengan proses pemanggilan serta permintaan keterangan/iterviw tentang kebenaran hukum terhadap suami Pemohon terlebih dahulu baik di tingkat penyelidikan maupun di tingkat penyidikan. Padahal, dilihat dari Pasal yang disangkakan kepada suami Pemohon (in casu,  pasal 351 ayat (1) KUHP adalah serangakaian peristiwa hukum yang dilakukan oleh sesorang kepada orang lain atau dapat terjadi sebaliknya, pelapor bisa dapat sebagai pelaku atau terlapor bisa sebagai korban. Adalah hal yang sangat tidak patut / dan di luar kewajaran apabila terhadap diri suami Pemohon tidak pernah dimintai klarifikasi/intervei akan tetapi Termohon hanya menerima keterangan secara parsial sedangkan keterangan suami Pemohon tidak sama sekali atas indikasi/sangkaan melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap saksi pelapor Irham Arif justru seharusnya saksi pelapor Ajwan Arif dan Irham Arif yang dijadikan Tersangka pengeroyokan terhadap suami Pemohon dalam perkara ini;
31.    Bahwa Termohon membiarkan dirinya mengambil keputusan menetapkan suami Pemohon sebagai Tersangka dan ditahan tanpa pernah mengkonfirmasi kepada suami Pemohon ”penganiayaan”. Jika hal ini dianggap patut, maka tentunya hal tersebut dapat membawa akibat yang sangat “menyeramkan” di kemudian hari, yakni bisa saja setiap orang (in casu, lawan politik ) yang ”tidak disukai” akan ditetapkan menjadi Tersangka hanya dengan melihat dan terindikasi adanya tindak pidana, tanpa perlu dimintai keterangan dari yang bersangkutan. Padahal bisa jadi bila sejak awal Termohon sudah meminta keterangan suami Pemohon tentu saja Termohon justru akan menetapkan saksi pelapor Ajwan Arif dan Irham Arif sebagai Tersangka melakukan tindak pidana Pengeroyokan kepada diri suami Pemohon a quo;
32.    Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, sehingga orang yang secara keliru ditetapkan sebagai Tersangka akibat tidak pernah dimintai keterangan/klarifikasi sebelumnya, tetap harus ditahan, harus dicekal, tetap harus menjalani proses penyidikan, yang meruntuhkan harkat dan martabatnya serta keluarga dan handai taulannya ikut menanggung malu seperti halnya dalam perkara ini maka tindakan Termohon dikategorikan sebagai tindak sewenang – wenang dan bertentangan dengan hak azasi seseorang dalam hal ini (Amir Amra) suami Pemohon, dan oleh karena itu beralasan hukum penetapan Tersangka dan ditahan terhdapa suami Pemohon haruslah dinyatakan tidak sah atau batal demi hukum;
33.    Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, memang sudah seharusnya sesuai dengan Asas Kepastian Hukum, sepatutnya sebelum Termohon menetapkan suami Pemohon sebagai Tersangka dan ditahan “dugaan penganiayaan” terlebih dahulu dimintakan keterangan/klarifikasinya kepada suami Pemohon guna mendapatkan keterangan secara proporsional dan akurasi keterangan yang dapat dipertanggung jawabkan serta menghindari kesalahan menetapkan sesorang sebagai Tersangka seperti halnya yang dialami suami Pemohon dalam perkara ini;
34.    Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Termohon seolah lupa atau tidak sadar atau tidak mau tahu, bahwa sebagaimana yang dituliskan oleh Eddy OS Hiariej dalam bukunya tersebut di atas, hukum acara pidana sangat terikat dengan sifat keresmiannya dan karakter hukum acara pidana yang sangat menjunjung tinggi legalisme, yang berarti berpegang teguh pada peraturan, tatacara atau penalaran hukum menjadi sangat penting dalam hukum acara pidana. Oleh karenanya menurut Pemohon sudah seharusnya hukum dapat digunakan untuk melakukan koreksi oleh Pengadilan terhadap tindakan penetapan Tersangka dan ditahan secara sewenang – wenang terhadap diri suami Pemohon oleh Termohon yang dilakukan secara melanggar Asas Kepastian Hukum itu, dengan menyatakan secara tegas bahwa Penetapan Tersangka dan ditahan terhadap suami Pemohon aquo adalah tidak sah dan batal demi hukum;
Dengan demikian berdasarkan seluruh uraian di atas, maka tindakan atau proses penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait Penetapan suami Pemohon sebagai Tersangka dan ditahan secara hukum adalah juga tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat maka harus dinyatakan penetapan Tersangka dan ditahan harus dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, perbuatan Termohon yang menetapkan suami Pemohon sebagai Tersangka dan ditahan tanpa prosedur dan cacat yuridis/bertentangan dengan hukum, telah mengakibatkan kerugian materil dan immaterial yang tidak dapat dihitung dengan uang, namun untuk kepastian hukum dengan ini Pemohon menentukan kerugian yang diderita adalah sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).
Dengan demikian, keberadaan lembaga Praperadilan di dalam KUHAP ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pengawasan secara horizontal, atau dengan kata lain, Praperadilan mempunyai maksud sebagai sarana pengawasan horizontal dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama hak asasi tersangka dan terdakwa. Perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia tersebut sudah merupakan hal yang bersifat universal dalam setiap negara hukum. Karena pengakuan, jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia adalah salah satu esensi pokok yang menjadi dasar legalitas suatu negara hukum. Hal inilah yang hendak dicapai Pemohon melalui upaya hukum Praperadilan ini.
Berdasarkan uraian secara keseluruhan di atas, Pemohon menyampaikan permohonan serta besar harapan Kepada Ketua Pengadilan Negeri Tobelo melalui Hakim yang Memeriksa dan Mengadili Permohonan Pemeriksaan Praperadilan sudi menyatakan Putusan:
I.    Oleh karena Pemeriksaan ini adalah Pemeriksaan yang berhubungan dengan Pidana,terlebih dahulu:
1.    Memrintahkan agar TERMOHON Menghadap in-persoon dalam sidang Praperadilan ini sebagai pesakitan,in casu Kepala Kepolisian Sektor Loloda Utara;
II.    Selanjutnya Memutuskan :
2.    Mengabulkan Permohonan Pemohon Untuk Seluruhnya;
3.    Menyatakan Penetepan Tersangaka dan Penahanan Suami Pemohon adalah tidak sah dan atau batal demi Hukum;
4.    Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan Penyidikan terhadap  suami Pemohon demi Hukum;
5.    Memerintahkan kepada Termohon membebaskan suami Pemohon dari tahanan Polres Halmahera Utara secara seketika setelah putusan dibacakan di sidang Pengadilan Negeri Tobelo;
6.    Menghukum Termohon membayar kerugian yang diderita sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);
7.    Menghukum Termohon untuk membayar biaya Perkara sesuai ketentuan hukum yang berlaku;
Dan atau bila Hakim berpendapat lain Mohon Putusan yang seadil – adilnya.

                                      Ternate, 15 September 2020
                                                  Hormat Kami ;
            PEMOHON/KUASA;

                                                               
                                          1.ISHAK RAJA,S.HI.


                                                                                           2.MARIO ISKANDAR SYAM,S.H

 

Pihak Dipublikasikan Ya