Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TOBELO
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN TOB 1.MOKSIN BOGA
2.SILVANO DIAZ HANGEWA
Kejagung RI, C.q Kejati Malut, C.q Kejari Halmahera utara Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 14 Feb. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN TOB
Tanggal Surat Kamis, 10 Feb. 2022
Nomor Surat 02/ADV.PID/RAR/II/2022
Pemohon
NoNama
1MOKSIN BOGA
2SILVANO DIAZ HANGEWA
Termohon
NoNama
1Kejagung RI, C.q Kejati Malut, C.q Kejari Halmahera utara
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan


PERIHAL : PERMOHONAN PRAPERADILAN

Dengan Hormat,
Perkenankan Kami,ERASMUS D KULAPE, S.H.,M.H., SELVANUS BUNGA, S.H.,M.H., ERNEST SENGI, S.H.,M.H., RAMLI  ANTULA, S.H.dan M RIZAL ABDUL GAFUR, S.H. selaku Para Advokatyang Berkantor di KANTOR HUKUM | RAMLI ANTULA, S.H & REKAN beralamat di Desa Gosoma, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara. Kode Pos 97762.Dalam hal ini berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 10Februari 2022 (terlampir) bertindak untuk dan atas nama:
1.    MOKSIN BOGA, Laki-laki, Lahir di Tobelo, 06 Mei 1970, Pekerjaan ASN, Kewarganegaraan Indonesia, Agama Islam, Alamat Desa Wari, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, selanjutnyadisebutsebagai; PEMOHON I;
2.    SILVANO DIAZ HANGEWA, Laki-laki, Lahir di Tobelo, 24 September 1972, Pekerjaan ASN, Kewarganegaraan Indonesia, Agama Kristen, Alamat Desa Gura Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, selanjutnyadisebutsebagai: PEMOHON II;
Untuk selanjutnya  kesemuanya disebut sebagai: PARA PEMOHON
Dengan ini mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN Terhadap:

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA C.q KEPALA KEJAKSAAN TINGGI MALUKU UTARA C.q KEPALA KEJAKSAAN NEGERI HALMAHERA UTARA Beralamat diJln. Adhyaksa No. 1 Kawasan Pemerintahan, TobeloKab. Halmahera Utara;

Untuk selanjutnya disebut sebagai:TERMOHON
Adapun alasan-alasan Pemohon dalam mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN adalah sebagai berikut:

DASARPERMOHONAN PRAPERADILAN
1.    Bahwa Rangkaian Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut;
2.    Bahwa Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan terjamin. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka;
3.    Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan:
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1.    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3.    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
4.    Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1.    sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
5.    Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang;
6.    Bahwa kewajiban Negara untuk menegakkan dan melindungi Hak Asasi Manusia sesuai Prinsip Negara Hukum yang Demokratis yang mengharuskan pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam Peraturan Perundang-undangan (Vide Pasal 28I ayat (5) UUD 1945), Hukum Acara Pidana merupakan salah satu implementasi dari Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai ketentuan Konstitusional dalam UUD 1945, hal demikian sesuai pula dengan salah satu Prinsip Negara Hukum yang Demokratis, yaitu Due Procces Of Law;
7.    Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengabulkan Permohonan untuk sebagian:
•    Dst...
•    Dst...
•    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
•    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
8.    Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan;
9.    Bahwa Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XII/2015 Tanggal 19 Desember 2015yang berbunyi:
Mengabulkan Permohonan untuk sebagian:
(1)    Dst..
(2)    Menyatakan Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum” tidak dimaknai “penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum,terlapor,dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan”;
(3)    Dst...
(4)    Dst...
10.    Bahwa menguji keabsahan penetapan status Tersangka adalah untuk menguji tindakan–tindakan penyidik, apakah bersesuaian dengan ketentuan-ketentuan, dasar-dasar mengenai penyidikan yang termuat dalam KUHAP, mengingat penetapan status tersangka seseorang adalah kunci utama dari tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum berupa upaya paksa, baik berupa pencegahan, penggeledahan, penyitaan maupun penahanan. Dengan kata lain, adanya status tersangka itu menjadi alas hukum bagi aparat penegak hukum untuk melakukan suatu upaya paksa terhadap seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Artinya, seseorang tidak dapat ditangkap atau ditahan atau dilakukan pencegahan tanpa adanya keadaan menyangkut status seseorang yang telah ditetapkan sebagai Tersangka;
11.    Bahwa upaya perlindungan bagi Tersangka di dalam KUHAP seperti tersebut di atas, dibuat dengan gagasan untuk mempertahankan harkat dan martabat manusia, yang berpotensi dilanggar akibat adanya kekeliruan, ketidak- cermatan, kelalaian, atau bahkan kesewenang-wenangan dari penyidik atau penuntut umum dalam penggunaan upayapaksa;
12.    Bahwa pengujian keabsahan penetapan Tersangka adalah melalui lembaga Praperadilan, karena penetapan sebagai Tersangka ini adalah dasar hukum untuk dapat dilakukan upaya paksa terhadap seorang warga Negara, yang merupakan bagian dari rangkaian tindakan penyidik dalam proses penyidikan, sehingga pranata hukum yang berwenang menguji dan menilai keabsahan “Penetapan Tersangka” adalah Praperadilan;
13.    Bahwa Para Pemohonmerupakanwarga Negara Republik Indonesia berhakuntukmemperolehkeadilanberdasarkanPasal 17 Undang-undangRepublikIndonesia  No.39 Tahun 1999 tentangHakAsasiManusia, menyatakan:
”Setiap orang, berhakuntukmemperolehkeadilandenganmengajukanpermohonan, pengaduan, dangugatan, baikdalamperkarapidana, perdata, maupunadministrasisertadiadilimelalui proses peradilan yang bebasdantidakmemihak, sesuaidenganhukumacara yang menjaminpemeriksaan yang objektifoleh hakim yang jujurdanadiluntukmemperolehputusan yang adildanbenar “.

ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1.    BahwaTermohontelahmenerbitkanSurat Perintah Penyidikan KepalaKejaksaan Negeri Halmahera Utara Nomor: Print-01/Q.2.12/Fd.1/05/2021Tanggal 18Mei 2021 untukmelaksanakanpenyidikankembaliatasdugaanTindakPidanaKorupsi Dana Hibah pada PanwasluKabupaten Halmahera Utara TA 2015 dan TA 2016;
2.    Bahwa Para Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka, dimana Pemohon I telah ditetapkansebagaitersangkaberdasarkanSurat PenetapanTersangka (PIDSUS-18) Nomor: 125/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 28 Januari 2022 dan Pemohon II berdasarkanSurat Penetapan Tersangka Nomor: 69/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 21 Januari 2022;
3.    Bahwa Para PemohonTelah di tahan oleh Termohon, Pemohon II telahditahanberdasarkan Surat PerintahPenahananNomor: Print-20/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 21 Januari, dan Pemohon I berdasarkanSurat PerintahPenahananNomor: Print-26/Q.2.12/Fd.1/01/2022tanggal 28 Januari 2022;
4.    Bahwa pada tanggal 28 Januari 2022 TermohonmenerbitkanSurat PenetapanTersangkaNomor: 125/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 28 Januari 2022, yang kemudianmenerbitkanSurat PerintahPenyidikanNomor: Print-25/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tertanggal 28 Januari 2022;
5.    Bahwasesuaidengandalil Para Pemohondiatas, TermohonTelahmenetapkanPemohon I sebagaiTersangkakemudiansetelahitumenerbitkan Surat PerintahPenyidikanNomor: Print-25/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tertanggal 28 Januari 2022;
6.    Bahwayang menjadirujukandalamSurat PerintahPenyidikanNomor: Print-25/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tertanggal 28 Januari 2022, tecantumDasar diterbitkanya Surat PerintahPenyidikan pada angka 10,yakni “Surat PenetapanTersangkaNomor: 125/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 28 Januari 2022”, sehinggadapatdikualifisir Surat PerintahPenyidikanNomor: Print-25/Q.2.12/Fd.1/01/2022,diterbitkansetelahSurat PenetapanTersangkaNomor: 125/Q.2.12/Fd.1/01/2022;
7.    BahwajikasetelahPenetapanTersangkakemudianditerbitkan Surat PerintahPenyidikanbaru, jelassangatbertentangandengan Surat EdaranJaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-021/A/JA/09/2015, pada angka 2 Surat Edaran a quo menyatakan “TerhadapPenetapanTersangkaTidakPerluditerbitkan Surat PerintahPenyidikanbarukecualiditemukantindakpidanakorupsi dan tindakpidanapencucianuang (TPPU) selain yang dicantumkandalam Surat PerintahPenyidikanAwal”;
8.    BahwadalamSurat Perintah Penyidikan KepalaKejaksaan Negeri Halmahera Utara Nomor: Print-01/Q.2.12/Fd.1/05/2021Tanggal 18Mei 2021 (SPRINDIK AWAL) sama-samamemerintahkanmelaksanakanpenyidikanDugaanTindakPidanaKorupsi Dana Hibah pada PanwasluKabupaten Halmahera Utara TA 2015 dan TA 2016, sehinggaSurat PerintahPenyidikanNomor: Print-25/Q.2.12/Fd.1/01/2022,haruslahdinyatakanbatal demi hukum;
9.    Bahwa Pada tanggal 18 Mei 2021 TermohonmenerbitkanSurat Perintah Penyidikan KepalaKejaksaan Negeri Halmahera Utara Nomor: Print-01/Q.2.12/Fd.1/05/2021Tanggal 18Mei 2021, Pemohon I disampaikan Surat Pemberitahuan Penyidikan oleh Pihak Termohon Pada Tanggal 28Januari 2022 sesuai Surat Nomor B-127/Q.2.12/Fd.1/01/2022 Hal.PemberitahuanPenyidikanPerkaraTindakPidanaKorupsi, yang berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XII/2015 menjadi suatu kewajiban bagi Pihak Termohon untuk menyampaikan PemberitahuanPenyidikan kepada Pemohon I;
10.    Bahwa BerdasarkanPutusanMahkamahKonstitusiNomor: 130/PUU-XII/2015 “penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum,terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan”;
11.    Bahwa dalam Surat Nomor: B-127/Q.2.12/Fd.1/01/2022Hal. PemberitahuanPenyidikanPerkaraTindakPidanaKorupsi,tertanggal 28Januari 2022, yang ditujukan kepadaPemohon I, temuatketeranganyakni:
“BerdasarkanSurat Perintah Penyidikan KepalaKejaksaan Negeri Halmahera Utara Nomor: Print-01/Q.2.12/Fd.1/05/2021 Tanggal 18Mei 2021, Bersama inidiberitahukanbahwajaksapenyidik pada kejaksaan negeri Halmahera utara, telahmenetapkantersangkadalampenyidikantindakpidanakorupsi dana hibah pada PanwasluKabupaten Halmahera Utara TA 2015 dan TA 2016, berdasarkan Surat PenetapanTersangka (PIDSUS-18) Nomor: 125/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 28 Januari 2022”;
12.    Bahwa secarategasdalamSurat Nomor: B-127/Q.2.12/Fd.1/01/2022Hal. PemberitahuanPenyidikanPerkaraTindakPidanaKorupsi, tertanggal 28Januari 2022berdasarkanSurat Perintah Penyidikan KepalaKejaksaan Negeri Halmahera Utara Nomor: Print-01/Q.2.12/Fd.1/05/2021 Tanggal 18Mei 2021bukanberdasarkanSurat PerintahPenyidikanNomor: Print-25/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tertanggal 28 Januari 2022;
13.    Bahwa terkait dengan Pengiriman SPDP kepada Pemohon I bersifat wajib dan jika tidak disampaikan, secara jelas melanggar Hak Konstitusional Pemohon sebagimana dijamin dalam Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945;
14.    Bahwa Pengiriman SPDP telah secara jelas menjadi sesuatu yang berimplikasi hukum terhadap rangkaian Penyidikan, sebagaimana disebutkan dalam beberapa Putusan Praperadilan yang salah satunya dalam Putusan Praperadilan Nomor: 02/Pid.Pra/2018/PN TOB yang dalam Pertimbangan Hakim sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa adanya kata wajib tersebut jelas menegaskan adanya bahwa penyerahan SPDP kepada penuntut umum, terlapor dan korban/pelapor adalah ketentuan yang imperative atau memaksa bagi penyidik dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut menimbulkan implikasi hukum”;
15.    Bahwaberdasarkan ketentuanPasal 1 angka 2 KUHAP “Penyidikan adalah serangkaiantindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalamundang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yangdengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi danguna menemukan tersangkanya”. Dengan demikian makna daripenyidikan harus terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan buktiuntuk membuat terang tentang Tindak Pidana yang menjerat Para Pemohon berdasarkan Surat Perintah Penyidikan KepalaKejaksaan Negeri Halmahera Utara Nomor: Print-01/Q.2.12/Fd.1/05/2021 Tanggal 18Mei 2021. Dari bukti-buktitersebut kemudian baru ditetapkan Tersangkanya (Vide Pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 “Menimbang bahwa pertimbangan Mahkamah yang menyertakan pemeriksaan calon tersangka disamping minimal dua alat bukti tersebut diatas, adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditentukan Penyidik................dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang, terlebih lagi dalam menentukan bukti permulaan yang cukup selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi seorang Penyidik didalam menetapkan seseorang sebagai tersangka”);
16.    BahwaPenetapanTersangka yang dilakukanolehTermohon terhadapPara PemohonsebagaimanaSurat PenetapanTersangkaNomor: 125/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 28 Januari 2022 yang menetapkanPemohon I sebagaiTersangka dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: 69/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 21 Januari 2022yang Menetapkan Pemohon II sebagai Tersangka,tidaksahkarena tidak sesuai Ketentuan-Ketentuan dalam KUHAP dan Putusan MK 21/ PUU–XII /2014;
17.    Bahwa dalam Perma Nomor 4 Tahun 2016 Pasal 2 ayat (2) menyebutkan “Pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah adapaling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara”;
18.    Bahwa untuk menguji alat bukti yang sah dari aspek formil (bukan pembuktian dalam unsur-unsur tindak pidana), yang pada prinsipnya alat bukti yang sah tersebut didapat dalam rangkaian penyidikan sebagaimana disebutkan dalam KUHAP “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”;

I.    PETITUMPERMOHONAN PRAPERADILAN
Berdasarkansegalaapa yang telahdiuraikandiatasmakapara pemohonmemohonkepadaKetuaPengadilanNegeriTobeloC.q Hakim Tunggal yang memeriksadanmengadiliperkaraini. Selanjutnya, ParaPemohonmohonputusansebagaiberikut :
1.    MenerimadanmengabulkanpermohonanPemohonuntukseluruhnya;
2.    Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Halmahera Utara Nomor: Print-01/Q.2.12/Fd.1/05/2021 tanggal 18 Mei 2021,Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Halmahera Utara Nomor: Print-25/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 28 Januari 2022, Surat Penetapan Tersangka Nomor: 69/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 21 Januari 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: 125/Q.2.12/Fd.1/01/2022 tanggal 28 Januari 2022 tanggal 28 Januari 2022, yang mengakibatkan segala keputusan dan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon termasuk yang berkenaan dengan, Penyitaan, Penahanan dan Upaya Paksa lainnya adalah cacat hukum dan batal demi hukum;
3.    MemerintahkanTermohon agar segeramenghentikanPenyidikanterhadapPerkaraA Quo;
4.    Memerintahkan kepada Termohon agar segera mengeluarkan/membebaskan Para Pemohon dari Lembaga PemasyarakatanKelas II B Tobelosetelahputusaniniucapkan;
5.    Memulihkan hak-hak Para Pemohon, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya;
6.    Memerintahkan Termohon untuk mematuhi Putusan dalam Perkara ini;
7.    MenghukumTermohonuntukmembayarbiayaperkara.

Atau jika Ketua Pengadilan Negeri Tobelo Cq Yang Mulia Hakim Tungggal yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini berpendapat lain, Mohon Putusan yang seadil-adilnya.(Et Aequo Et Bono).

 

Pihak Dipublikasikan Ya