Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TOBELO
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
6/Pid.Pra/2020/PN TOB M. RASMIN FABANYO, S.IP Kapolres Resor Pulau Morotai Cq Kasat Reskrim Resor Pulau Morotai Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 15 Jul. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 6/Pid.Pra/2020/PN TOB
Tanggal Surat Rabu, 15 Jul. 2020
Nomor Surat 17/ADV-DN/VII/2020
Pemohon
NoNama
1M. RASMIN FABANYO, S.IP
Termohon
NoNama
1Kapolres Resor Pulau Morotai Cq Kasat Reskrim Resor Pulau Morotai
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan


Hal : Permohonan Praperadilan atas Nama M. Rasmin Fabanyo, S.IP.


Dengan Hormat,
Perkenankanlah kami:
Hendra Kasim, SH., MH. (Advokat & Legal Consultant); Faisal Hakim, SH., (Advokat/Pengacara) dan Julham Djaguna, SH. (Magang Advokat/Pengacara), kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum serta Magang Advokat/Pengacara pada Kantor Hukum “Hendra KASIM & Associated” Law Firm yang beralamat di Perumahan Grand Arshaf Residenc, Blok B-36, Kelurahan Fitu, Ternate Selatan – Kota Ternate, Tlp. 082344999986, e-mail: recht_kasimhendra@yahoo.com.
Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 15 Juli 2020, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama M. Rasmin Fabanyo, S.IP. TTL., Pilowo, 27 Desember 1982, jenis kelamin Laki-Laki, Agama Islam, pekerjaan Anggota DPRD Kabupaten/Kota, kebangsaan Indonesia, alamat Desa Pandanga, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai, Prov. Maluku Utara selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------- Pemohon
--------------------------------------------- M E L A W A N ---------------------------------------------
Kepala Kepolisian Resor Pulau Morotai c.q. Kasat Reskrim Kepolisian Resor Pulau Morotai yang berlamat di Jln. Merdeka No. 01 Daruba, 97771, selanjutnya disebut sebagai ---------------------------------------------------------------------------- Termohon
untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Sosial Media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) jo Pasal 36 dan/atau Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi dan Transaksi Elektronik oleh Kepolisian Resor Pulau Morotai.
Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut:
A.    DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
1.    Bahwa tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) pra peradilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan merujuk pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan dan penuntutan. Di samping itu, Praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
2.    Bahwa sebagaimana diketahui KUHAP Pasal 1 angka 10 menyatakan:
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
a.    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak atas kuasa tersangka;
b.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c.    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
3.    Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a.    Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.    Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan para tingkat penyidikan atau penuntutan.
4.    Bahwa dalam perkembangannya pengaturan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakukan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara manapun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Stajipto Rahardjo disebut “terobosan hukum” (legal breakhthroug) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan demikian, hukum bukan hanya memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
5.    Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut:
a.    Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011;
b.    Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012;
c.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;
d.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015;
e.    Dan lain sebagainya.
6.    Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut:
Mengadili:
Menyatakan:
1.    Mengabulkan Permohonan untuk sebagian:
•    [dst]
•    [dst]
•    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
•    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Dasar Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan.
7.    Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

B.    ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1.    Pelapor Bukan Subject Hukum Yang Merasa Dirugikan
a.    Bahwa pelapor diduga melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Sosial Media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) jo Pasal 36 dan/atau Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi dan Transaksi Elektronik;
b.    Bahwa tindak pidana pencemaran nama baik melalui sosial media sebagaimana diancam dalam Pasal 51 ayat (2) jo Pasal 36 dan/atau Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi dan Transaksi Elektronik merupakan tindak pidana dengan delik aduan (klacht delicten) bukan delik biasa (gewone delicten);
c.    Bahwa Drs. P.A.F. Lamintang dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (hlm. 217-218), membedakan delik aduan (klacht delicten) dengan delik biasa (gewone delicten) adalah delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan. Sedangkan delik biasa adalah tindak pidana yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan;
d.    Bahwa senada dengan Mr. Drs. E. Utrecht dalam bukunya Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II (hlm. 257) dalam hal delik aduan diadakan tidaknya tuntutan, terhadap delik itu digantungkan pada ada tidak adanya persetujuan dari yang dirugikan, yaitu jaksa hanya dapat menuntut sesudah diterimanya aduan dari yang dirugikan. Selama yang dirugikan belum memasukkan aduan maka jaksa tidak dapat mengadakan tuntutan;
e.    Bahwa dapat disimpulkan delik aduan (klacht delicten) hanya dapat dilakukan penuntutannya  apabila ada pengaduan dari orang yang merasa dirugikan. Sehingga yang berwajib (hal ini pemerintah yang diwakili oleh Polisi, Jaksa dan Hakim) dapat memproses pelaku yang diadukan. Begitupun sebaliknya, jika tindak pidana dengan delik aduan (klacht delicten) tidak diadukan secara langsung oleh orang yang merasa dirugikan maka tindak pidana tersebut menurut hukum seharusnya tidak diproses karena pengadu dan/atau pelapor tidak memiliki legal standing;
f.    Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VII/2008 menyebutkan dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi Butir [3.17.1], menyebutkan:
Bahwa terlepas dari pertimbangan Mahkamah yang telah diuraikan dalam pargraf terdahulu, keberlakuan dan tafsir atas pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut, harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal a quo juga harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan;
g.    Bahwa dalam menentukan adanya penghinaan atau pencemaran nama baik, konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subyektif tentang konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. Sebab itulah, pencemaran nama baik masuk dalam delik aduan sehingga sudah sepatutnya diadukan atau dilaporkan langsung oleh subjek hukum yang merasa dirugikan dalam hal ini Bupati Pulau Morotai Bapak Beni Laos;
h.    Bahwa dugaan tindak pidana yang dilaporkan kepada Kepolisian Resor Pulau Morotai diduga dilakukan oleh pemohon berupa Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Sosial Media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) jo Pasal 36 dan/atau Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi dan Transaksi Elektronik merupakan delik aduan (klacht delicten) dan dilaporkan bukan oleh orang yang merasa dirugikan yakni Bupati Pulau Morotai Beny Laos, namun dilaporkan oleh orang lain tanpa kuasa khusus dari subjek hukum yang merasa dirugikan;
i.    Bahwa dengan demikian penetapan tersangka Pemohon oleh Reskrim Polres Pulau Morotai berdasarkan Surat Keputusan Penetapan Tersangka Nomor SKEP/09.A/VII/2020/Reskrim tertanggal 04 Juli 2020 adalah bertentangan dengan hukum sehingga sudah sepatutnya dinyatakan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
2.    Berita Acara Pemeriksaan Pemohon Sebagai Tersangka Tidak Diberikan Meskipun Telah Diminta Oleh Pemohon
a.    Bahwa Pasal 72 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya;
b.    Bahwa setelah Pemohon dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Polres Pulau Morotai pada tanggal 14 Juli 2020 sebagai tersangka, Pemohon meminta salinan/turunan Berita Acara Pemeriksaan namun tidak diberikan;
c.    Bahwa penyidik Polres Pulau Morotai melanggar kewajibannya memberikan Berita Acara Penyidikan kepada tersangka yang merupakan hak tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 72 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
d.    Bahwa atas kelalaian penyidik tersebut sebagaimana diuraikan oleh Pemohon di atas, berdampak pada legitimasi penetapan tersangka Pemohon. Sebab itu, Surat Keputusan Penetapan Tersangka Nomor SKEP/09.A/VII/2020/Reskrim tertanggal 04 Juli 2020 adalah bertentangan dengan hukum sehingga sudah sepatutnya berdasarkan hukum dinyatakan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3.    Pemohon Memiliki Hak Imunitas Sebagai Anggota DPRD
a.    Bahwa Pemohon merupakan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pulau Morotai periode 2019 – 2024;
b.    Bahwa fungsi dan tugas pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 365 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah tiga kali melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (untuk selanjutnya disebut UU MD3), mempunyai fungsi:
(1)    Legislasi;
(2)    Anggaran; dan
(3)    Pengawasan.
c.    Bahwa fungsi dan tugas pemohon selanjutnya diatur dalam Pasal 149 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dua kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014  tentang Pemerintahan Daerah (untuk selanjutnya disebut UU Pemda), mempunyai fungsi:
(1)    Pembentukan perda kabupaten/kota;
(2)    Anggaran; dan
(3)    Pengawasan.
d.    Bahwa Pasal 388 MD3, menyebutkan bahwa:
(1)    Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai hak imunitas;
(2)    Anggota DPRD kabupaten/kota tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD kabupaten/kota ataupun di luar rapat DPRD kabupaten/kota yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD kabupaten/kota.
(3)    Anggota DPRD kabupaten/kota tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPRD kabupaten/kota maupun di luar rapat DPRD kabupaten/kota yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD kabupaten/kota.
(4)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e.    Bahwa Pasal 176 UU Pemda, menyebutkan bahwa:
(1)    Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai hak imunitas;
(2)    Anggota DPRD kabupaten/kota tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD kabupaten/kota ataupun di luar rapat DPRD kabupaten/kota yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD kabupaten/kota.
(3)    Anggota DPRD kabupaten/kota tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPRD kabupaten/kota maupun di luar rapat DPRD kabupaten/kota yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD kabupaten/kota.
(4)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
f.    Bahwa peristiwa hukum yang dilakukan oleh Pemohon adalah dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan sebagai anggota DPRD Kabupaten Pulau Morotai sebagaimana diatur dalam Pasal 365 UU MD3 jo Pasal 149 UU Pemda;
g.    Bahwa merupakan fakta hukum penggunaan APBD dalam pembayaran biaya hotel milik Bupati Pulau Morotai Bapak Beni Laos yang digunakan untuk karantina pasien terkonfirmasi positif Covid-19;
h.    Bahwa akibat dari pandemi Covid-19, DPRD Pulau Morotai secara kelembagaan telah menyurat berkali-kali kepada Bupati Pulau Morotai untuk memberikan anggaran reses anggota DPRD Pulau Morotai namun tidak ditanggapi;
i.    Bahwa kegiatan reses merupakan kewajiban anggota DPRD kabupaten/kota untuk menjaring aspirasi rakyat pulau morotai sehingga dapat diwakili oleh DPRD Pulau Morotai dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Pulau Morotai. Dengan begitu, struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Pulau Morotai berpihak kepada rakyat Pulau Morotai;
j.    Bahwa dengan demikian, pernyataan Pemohon pada akun facebook yang dijadikan sebagai laporan diproses oleh Polres Pulau Morotai merupakan pelaksanaan dari fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Pemohon sebagai anggota DPRD Kabupaten Pulau Morotai;
k.    Bahwa karena perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pemohon adalah dalam maksud melaksanakan fungsi pengawasan, maka melekat hak imunitas pemohon sebagai anggota DPRD Kabupaten Pulau Morotai sebagaimana diatur dalam Pasal 388 UU MD3 jo Pasal 176 UU Pemda;
l.    Bahwa dengan demikian penetapan tersangka Pemohon oleh Reskrim Polres Pulau Morotai berdasarkan Surat Keputusan Penetapan Tersangka Nomor SKEP/09.A/VII/2020/Reskrim tertanggal 04 Juli 2020 adalah bertentangan dengan hukum sehingga sudah sepatutnya dinyatakan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4.    Perbuatan Pemohon Demi Kepentingan Umum
a.    Bahwa Pemohon diduga melakukan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Sosial Media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) jo Pasal 36 dan/atau Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi dan Transaksi Elektronik;
b.    Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VII/2008 menyebutkan dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi Butir [3.17.1], menyebutkan:
Bahwa terlepas dari pertimbangan Mahkamah yang telah diuraikan dalam paragraf terdahulu, keberlakuan dan tafsir atas pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict …
c.    Bahwa dalam memahami tindak pidana pencemaran nama baik melalui sosial media sebagaimana diduga dilakukan oleh Pemohon, tidak dapat dipisahkan dari genus delict pencemaran nama baik yakni Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP;
d.    Bahwa Pasal 310 ayat (3) KUHP menyebutkan:
Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri;
e.    Bahwa Pasal 311 ayat (1) KUHP menyebutkan:
Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun;
f.    Bahwa berdasarkan Pasal 310 ayat (3) KUHP jo Pasal 311 ayat (1) KUHP, delik pencemaran nama baik tidak dapat di sangka, di dakwa atau di tuntut kepada setiap subjek hukum jika perbuatan hukum yang diduga merupakan pencemaran nama baik dilakukan untuk kepentingan umum serta dapat dibuktikan setiap tuduhan itu benar;
g.    Bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pemohon merupakan pelaksanaan fungsi pengawasan sebagai anggota DPRD Kabupaten Pulau Morotai, serta untuk maksud kepentingan umum, juga dapat dibuktikan kebenarannya;
h.    Bahwa dengan demikian delik pencemaran nama baik tidak dapat di sangka dilakukan oleh Pemohon. Sebab itu, penetapan tersangka Pemohon oleh Reskrim Polres Pulau Morotai berdasarkan Surat Keputusan Penetapan Tersangka Nomor SKEP/09.A/VII/2020/Reskrim tertanggal 04 Juli 2020 adalah bertentangan dengan hukum sehingga sudah sepatutnya dinyatakan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
5.    Penetapan Pemohon Sebagai Tersangka Merupakan Tindakan Kesewenang-Wenangan dan Bertentangan Dengan Asas Kepastian Hukum
a.    Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innocence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam konstitusi (UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum. maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat  hukumnya untuk menyelesaikan;
b.    Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semenjak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian hukum dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus diataati;
c.    Oemar Seno Adji menentukan prinsip legality merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh rule of law – konsep, maupun oleh faham rechtstaat dahulu, maupun oleh konsep socialist legality. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya asas nullum delictum dalam hukum pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip legality;
d.    Bahwa sebagaimana dijelaskan oleh Pemohon pada bagian B. Fakta Hukum di atas, perbuatan hukum pemohon adalah melaksanakan fungsi pengawasan sebagai anggota DPRD Kabupaten Pulau Morotai demi kepentingan umum yang mana pernyataan Pemohon dapat dibuktikan kebenarannya, sebab itu menurut hukum sepatutnya delik pencemaran nama baik tidak dapat disangkakan kepada Pemohon;
e.    Bahwa dengan demikian beralasan menurut hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tobelo yang memeriksa dan mengadili perkara a quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
C.    PETITUM
Berdasarkan pada argument dan fakta- fakta yuridis di atas, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tobelo yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut:
1.    Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Sosial Media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) jo Pasal 36 dan/atau Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi dan Transaksi Elektronik adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3.    Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
4.    Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
5.    Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
6.    Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum berlaku.


Pemohon sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tobelo yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara a quo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tobelo yang memeriksa Permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Pihak Dipublikasikan Ya